Kamis, 18 September 2008

SBS2

Seringkah Anda sakit kepala sepulang kerja? Sakit kepala rutin ini patut diwaspadai karena berkaitan dengan polusi udara dari asap kendaraan bermotor. Dampaknya minimal ada tiga. Kesatu, mengganggu kesehatan khususnya anak-anak, lansia, dan wanita hamil. Kedua, merusak pertanian, bangunan, kendaraan akibat hujan asam (acid rain atau acid deposition). Ketiga, rugi finansial untuk berobat, produktivitas berkurang karena sakit, perbaikan gedung dan kendaraan karena karat, dan kerusakan pertanian-perkebunan. Semua pencemar udara tersebut bisa menyebar di luar dan di dalam rumah atau gedung yang sumbernya bukan hanya akibat perbuatan manusia (antropogenik) tapi juga ada yang alamiah (natural). Namun sayang, kita banyak terpaku pada pencemaran udara di luar gedung (outdoor air pollution) saja. Padahal jenis dan konsentrasi pencemar udara di dalam gedung (indoor air pollution) bisa lebih besar sehingga kekerapan insidensinya pun lebih besar. The sick building syndrome, istilah untuk sakit akibat terlalu lama berada di dalam gedung yang salah satunya terkait dengan kualitas udara adalah satu di antara dampaknya. Kualitas udara memburuk Ada delapan jenis polutan (pencemar) udara di dalam rumah yang berbahaya. Lima jenis di antaranya punya efek akut yakni CO, formaldehid, uap organik, partikulat dan mikroba dan tiga jenis lainnya berefek kronis yaitu asbes, radon dan CO2. Namun demikian, bukan berarti polutan selain kelompok delapan itu tidak penting karena tetap saja ada dampak buruknya.
Kalau dipilah, ada lima penyebab mengapa kualitas udara di dalam gedung bisa memburuk. Yang pertama, karena secara alamiah ada gas berbahaya yang muncul di dalam rumah atau gedung. Radon misalnya, gas ini tergolong radioaktif. Ia bisa muncul dari bebatuan atau tanah yang masuk lewat retakan atau celah-celah di bawah rumah atau pondasi. Apalagi kalau di daerah itu sering terjadi gempa bumi. Dan kanker paru adalah dampaknya terutama setelah peluruhan radioaktif.
Yang kedua, karena ada zat kimia yang mudah menguap (uap organik) ataubiasa dikenal dengan VOC (volatile organic compounds). Biasanya senyawa ini berujud hidrokarbon, mengandung karbon, oksigen, hidrogen, klor atau unsur-unsur lainnya. Sumbernya adalah pada proses furnishing ruang, emisi dari bahan kimia di dalam mebel, karpet, lem, cat, pelarut (solvent), tripleks (plywood) atau partickleboard lainnya, pembersih lantai, penyegar udara dan dekomposisi material bangunan.
Yang ketiga, kegiatan memasak di dapur. Kalau menggunakan kayu api, selain CO2 juga banyak dihasilkan partikulat yang beterbangan ke semua ruang sehingga jelaga menghitam di dinding dan plafon. Begitu pula minyak tanah, briket batubara, lilin dan gas elpiji. Secara normal, rentang konsentrasi CO2 di udara ambien adalah 0,03% - 0,04% by volume. Tapi konsentrasinya bisa menjadi dua kalinya di kota atau di daerah industri. Di negara-negara Eropa, konsentrasi maksimum yang diizinkan di ruangan adalah 0,1% by volume yang disebut angka Pettenkofer. Sedangkan di AS, batas atasnya sampai dengan 0,25%. Selain CO2, bahan bakar itu pun menghasilkan CO (karbon monoksida), gas berbahaya, terutama ketika warna api kekuningan atau merah muda, bukannya biru.
Yang keempat, karena rumah atau gedung yang dibangun terlalu berorientasi hemat energi sehingga meniadakan ventilasi untuk sirkulasi udara. Padanya, udara luar tidak bisa masuk sebaliknya yang di dalam pun tak bisa ke luar. Jendela-jendela pun ditutup atau bahkan di-seal, tembok dan plafon dipasangi isolasi dan bangunan dibuat kedap udara. Karena itu, mikroba (bakteri, jamur) yang sempat berbiak akan kian leluasa menyerang penghuninya.
Yang kelima, karena terlalu lama berada di dalam rumah yang terpolusi dan jumlah penghuni atau populasinya juga tinggi. Populasi adalah variabel pada kualitas udara di dalam ruang selain kecepatan aliran udaranya. Makin lama berada di dalam ruangan berpencemar, makin banyak pula kita terpapar polutan tersebut. Atau bisa juga karena polutan dari udara luar masuk ke rumah secara alamiah lewat ventilasi. Misalnya dari jalan yang lalu lintasnya padat, pabrik atau home industry di sekitarnya.
Opsi solusi Sejumlah penyebab penurunan kualitas udara di dalam ruang seperti di atas, ada yang mudah ditanggulangi tapi ada juga yang relatif sulit. Beberapa di antaranya bisa dikendalikan di sumbernya atau dengan mengubah kondisi ruang karena ikut berpengaruh pada penyebaran polutan seperti bentuk, dimensi dan konfigurasinya.Yang paling mudah dan kalau mungkin, hindari penggunaan material yang potensial sebagai sumber pencemar udara. Asbes, mineral magnesium silikat yang telah diproses jadi berbentuk serat misalnya, meski tidak bisa terbakar tapi sebaiknya dihindari penggunaannya untuk atap rumah.
Juga gunakan dan simpanlah produk berbahaya yang mudah menguap sesuai dengan petunjuk pada kemasannya. Tapi kalau bisa, gantilah dengan produk yang tidak berbahaya. Termasuk, jangan merokok di dalam ruang atau hentikan sama sekali dan jangan membeli mebel dari tripleks atau particleboard lainnya. Kalau dapat, ceklah apakah ada gas radon di dalam rumah dengan menggunakan test kit. Kalau ada, apalagi tinggi kadarnya maka mau tak mau mesti pindah atau pondasi rumah diperbaiki dan pasanglah pelindung (seal).
Selain itu, jika memungkinkan, pisahkanlah ruang dapur dengan ruang lainnya. Sediakan ventilasi yang baik dan memenuhi syarat di dapur, kamar tidur atau pun di ruang tamu. Makin banyak ventilasi tentu makin bagus untuk mengencerkan polutan di dalam ruang. Selain itu ventilasi juga berfungsi untuk pencegahan kebakaran atau ledakan, kenyamanan, penerangan siang hari dan untuk memandang ke luar.Juga sangat dianjurkan memasang kisi-kisi atau exhausted fan atau cerobong asap utamanya di dapur atau gudang atau pada rumah yang tertutup karena berdempetan seperti di kompleks-kompleks perumahan.Kecuali kalau kondisinya sudah ventilable, karena banyak ruang kosong dan udara dapat mengalir dengan bebas.
Yang terakhir, bukalah semua jendela dan pintu setiap pagi selama mungkin, buatlah petak-petak hijau (green area) dengan menanam pepohonan atau perdu di sekitar rumah. Bisa juga dengan pot-pot bunga agar kesegaran bertambah dari oksigen hasil fotosintesisnya.***


Penulis, peneliti di Enviro Intelligence Center (EIC), Jurusan Teknik
Lingkungan, Univ. Kebangsaan Bandung.

Tidak ada komentar: