Saat ini sudah berapa banyak jumlah homeschooling?
Sekitar 10-20 persen dari seluruh pendidikan alternatif di Indonesia. Jumlahnya di seluruh Indonesia sekitar seribu sampai 1.500, karena beberapa pesantren dan padepokan pencaksilat pun bisa dikategorikan sebagai homeschooling. Misalnya Qoriyah Thoyyibah di Gunung Merbabu yang memenuhi syarat komunitas homeschooling. Kalau di Jakarta ada sekitar 600-an. Homeschooling tunggal sekitar 100, 500 lainnya homeschooling majemuk dan komunitas. Homeschooling tunggal tak banyak karena orang tua perlu kemampuan tinggi dalam hal pengetahuan, pendidikan, dan tanggung jawab. Apalagi, selain orang tua mengajar sendiri, kadang juga harus memanggil tutor. Biayanya besar.
Lulusannya sudah berapa banyak? Jumlah pastinya tidak diketahui, karena ini mirip fenomena gunung es. Lulusan homeschooling yang cukup banyak itu terjadi Mei 2006 lalu, terutama dari Morning Star Academy. Jumlahnya sekitar 50-an orang. Bagaimana aturan perundangan mengakomodasi homeschooling? Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 2/1989 sampai No 20/2003 telah menghargai proses belajar mandiri. Kalau sekarang menjadi lebih marak, itu karena pebelajar mandiri atau homeschooler meminta pengakuan pendidikan kesetaraan lewat ujian nasional (UN). Kemudahan juga dilakukan dengan kebijakan Alih Kredit Kompetensi (AKK). Lewat AKK, homeschooler dihargai kesetaraannya melalui tes penempatan atau tes pengakuan. Tapi ini hanya berlaku bagi homeschooler yang tidak punya dokumen. Bagi yang punya dokumen semacam buku raport dan transkrip nilai, proses pembelajarannya tinggal dikonversi dan langsung berhak ikut ujian kesetaraan. Bagaimana Depdiknas mengawasi kualitas homeschooling, misalnya soal kurikulum dan kompetensi pengajarnya? Kami sulit mengawasi, karena penyelenggara homeschooling sampai saat ini memang tidak mau diawasi. Saat mau didata saja, mereka selalu bilang 'kok kayaknya pemerintah mau mengawasi kami?' Seharusnya mereka tak perlu khawatir, karena tujuan kami bukan mengawasi melainkan membantu. Misalnya kami ingin menginformasikan standar isi kurikulum, jumlah jam pelajaran yang standar, dan lain-lain agar langsung bisa dikonversi bila nanti sudah saatnya homeschooler ikut ujian kesetaraan. Ada lima pelajaran wajib yang tak bisa ditinggalkan oleh homeschooling, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, dan Bahasa Inggris. Yang lain boleh dikembangkan dan sesuaikan sesuai potensi dan kebutuhan. Selain itu, untuk homeschooling Paket A, peserta didiknya juga harus memiliki keterampilan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Paket B memiliki keterampilan memenuhi kebutuhan dunia kerja, dan Paket C memiliki keterampilan berwirausaha. Pendataan itu terkait juga dengn rencana penyaluran dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP)? Ya. Memang sih banyak homeschooling yang tidak perlu bantuan biaya karena banyak penyelenggaranya keluarga the have, middle-up. Tapi, beberapa orang tua juga mengaku menyelenggarakan homeschooling justru karena nggak punya biaya menyekolahkan anaknya ke sekolah formal. Jadi jangan salah paham seolah-olah kami ingin mengatur. Justru kami ini ingin melayani untuk memperluas akses pendidikan. Pendidikan itu kan tanggung jawab bersama. Toh mereka juga kan menghendaki pengakuan dan legitimasi. Kalau didata saja sulit, bagaimana Depdiknas mengontrol kualitasnya? Kami bisa mengontrolnya lewat ujian kesetaraan. Karena yang namanya pendidikan informal dan nonformal itu memang baru dianggap setara dengan pendidikan formal bila telah melalui proses penyetaraan lewat ujian kesetaraan yang diselenggarakan lembaga yang ditunjuk pemerintah.
Information From milist sebelah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar