Kamis, 13 November 2008

Jeritan Bintik Merah......

Waaaaaaaaa.......''jeritan lantang memecah hening pagi.
'Ada apa..? ada apa ?''
'Ada maling ? ''
''Nggak... nggak ada maling koq, cuman ada ini . ''
''Ya ampun Dena. Kirain kakak ada apa..? hanya jerawat ? ''
''Lain kali nggak usah pake jerit - jerit gitu . Malu didengar tetangga...pagi-pagi sudah ribut ! ''
Keramaian itu bubar. Penonton kecewa...
Gadis itu kembali terpaku di depan cermin. Menatapku, menyesaliku kelahiranku dan dua saudara kembarku.
Bebarkah kehadiran kami membawa malapetaka baginya ? O...betapa malangnya nasib kamu .
''Tahu obat mujarab buat ngilangin tiga bintik ini nggak ? Aku nggak pede banget neh,'' tanya Dena pada Lia saat pulang sekolah .
''Daripada pake sembarangan merk mending kamu ke dokter specialis kulit aja! kakaku pernah ke sana . Kalau mau nanti aku sms alamat dan no telepon kliniknya.''
''Taripnya mahal nggak ?''
''Ya kalau konsultasi, sama aja kayak di dokter umum . Nggak nyampe lima puluh. Obatnya aja yang rada mahal.''
Ngg...nggak pa pa deh. Yang penting wajahku mulus lagi. Aku nggak pede,jalan dengan muka begini .''
''Ya sudah. Di rumah nanti aku cari alamatnya . Aku duluan ya, bye....''
''Kalian dengan sendiri kan ? Dia nggak pengen kita hidup lama,'' Gerutuku pada kejora kiri dan kejora atas,saudara kembarku. Baru satu hari melihat indahnya dunia,kami suda mau di enyahkan. Padahal umur kami nggak lama koq. Paling seminggu .
''Wajar sih kalo dia sebel sama kita. Maklum remaja kayak Dena kan lagi puber pubernya. Tepe tepe mulu sama cowok .''
''Ya..Apalagi dia kan lagi naksir Agus . Kalian lihat sendiri kan gimana saltingnya dia pas ketemu Agus tadi . Kayak mukanya penuh lendir kodok aja. Padahal cuma ada kita bertiga doank .''
''Jadi gimana nih ? Masak diem aja sih...?''
''Emang kita bisa apa ? '' Seru kejora kanan .'' Mau teriak teriak sampe dia ngebatalin rencananya ? Mana bisa ?! Dia nggak ngerti bahasa kita.''
''He'eh, Nan..kamu nggak usah ikutan stres kayak si Dena.Nyante ajalah.Nikmati hidup yang singkat ini .'' Tambah kejora atas .
Piuh...mau tak mau aku harus membenarkan ucapan mereka.Kami nggak bisa berbuat banyak . Bergerak nggak bisa,bicara juga susah. Dena nggak bakal paham. Yup mending nikmati aja.Mudah mudahan obat si dokter itu nggak bikin kami mati seketika . Aku masih ingin hidup lebih lama .
Dena duduk cemberut di kamar kakanya. Ia kesal karena Ibu tidak mengijinkannya pergi ke dokter specialis kulit . Buang buang duit aja,begitu alasannya. Aku setuju sekali dengan alasan Ibu itu .
''Untuk remaja seumur kamu jerawat itu biasa,Dena '' Hibur kak Dini. '' Di masa remaja, terjadi perubahan hormoral yang merangsang kerja kalenjar minyak kulit . Kalenjar itu akan emmbesar dan menghasilkan minyak lebih banyak . Minyak ini dialirkan ke folikel rambut. Tahu apa itu folikel rambut ?''
Dena menggeleng.
''Folikel rambut adalah bangunan yang membentuk kantung di sekeliling akar rambut. Minya selanjutnya akan keluar melalui pori pori kulit . Nah pada kondisi tertentu,pori-pori kulit ini dapat tertutup,akibatnya minyak menumpuk di kantung itu. Sumbatan ini bila terinfeksi kuman yang hidup di sekitar folikel bisa menimbulkan peradangan bengkak,dan bernanah. Ya kayak di pipi sama jidat kamu itu ! ''
''Tapi kak,aku kan rajin cuci muka,koq jerawat tetap nongol ya ?''
''Penyebab jerawat itu bukan hanya masalah pori -pori yang tersumbat. Ada faktor lain yang memicunya timbulnya jerawat seperti, stres makanan,dan pola hidup. Jerawat juga bisa di sebabkan oleh faktor keturunan.
Artinya,kalo orang tuanya berjerawat,anaknya juga beresiko jerawatan.''
Dena mendesah. Wajahnya terlihat kecewa. Aku tahu mengapa ia begitu.
Sebab kalau nggak salah ,Ibunya juga jerawatan. Di usianya yang hampir setengah abad itu,aku melihat beberapa teman temanku berhai hai kepadaku.Jadi keluarga Dena itu berpotensi melahirkan binti bintik merah sepertiku .
Di wajah kak Dini juga terlihat bekas bintik bitik merah sepertiku.
Karena dia rajin peeling dan maskeran, bekas bekas itu agak tersamar.
Dan kalau tak salah, Dini sangat menjaga asupan perutnya. Ia lebih banyak makan sayur dan buah - buahan. Olah raga juga rajin. Tidak seperti Dena yang main hantam segala makanan dan hobi ngorok. Wajar donk kalo bangsaku suka bertunas di wajahnya .
<>
Dena punya hobi barusekarang,yaitu ngitungin warga kelas yang mukanya dihuni bangsaku.
''Emang ga ada kerjaan tuh anak,'' Ujar kejora atas .
Kalau kejora kiri komentarnya lain lagi '' Mungkin dia sedang melakukan penelitian yang judulnya PENGARUH JERAWAT DALAM PERGAULAN REMAJA .'
Aku senyam senyum mendengar celetukan mereka berdua .Sebenarnya kami bertiga ini tidak berbahaya.
Asalkan kami tak sering di pegang atau di pencet.Kondisi tangan kotor penuh kuman bisa memperparah keadaan kami . Aku nggak mau jadi kuning jelek bernanah lantaran si propionibacterium acnes,biang kerok kelahiranku mengganas. Biar saja bakteri ini adem ayem di dalam kelenjar,sekresi minyak,dan folikel.
Nggak usah ngundang genknya yang biasa datang nebeng jari.
''Sudahlah Nan,kamu nggak usah pasang tampang bete gitu. Jangan ikut ikutan stres lagi,'' tegur kejora atas .
''Aku nggak stress,cuma mikir. kenapa kehadiran bangsa kita begitu mempengaruhi perilaku remaja ? ''
''Ya mungkin karena kita bikin jelek muka mereka.Bikin malu.Kamu tahu sendiri,remaja itu baru melek. baru sadar penampilan dan sekitar. Rada-rada jaim di depan lawan jenisnya .
Mereka butuh perhatian dan pengen banget diperhatiin.''
''Tapi jangan salah lho.Ada beberapa saudara kita juga yang lahir di bagian lain tubuh Dena!'' tambah kejora kiri .
''Dimana ? tanyaku ingin tahu.
''Itu....di leher,lengan bagian atas,punggung atas,kulit kepala,dan dada atas.Masak kamu nggak tahu sih .'
''Sorry, mungkin bener kata kejora atas. aku agak stres.sampe nggak merhatiin saudara-saudara kita yang baru lahir .''
Aku menatap kejora atas dan kejora kiri bergantian.Mereka terlihat lelah.Aku juga capek.seharian ini kami menemani Dena berkeliling mencari obat pembasmi jerawat.
Untung saja obat itu belum dioleskan pada kami. Entah seperti apa rasanya jika cairan-cairan itu sudah dibalurkan pada kami.Semoga kami tidak segera mati.
Aku masih ingin lihat dunia .
''Aduh....aduhh...aw aw....panassssssss!!!!'' aku berteriak meraung raung.
Teriakan yang sama juga terdengar dari mulut saudara-saudaraku.
Dena mengoleskan cairan kekuningan ke tubuh kami. Rasanya panas seperti terbakar,lebih garang dari terik matahari. Kejam. Selama beberapa menit kami terasa buta. Mati rasa,tak dapat melihat. Kejamnya Dena .
''Hah....hah...hahh...kalau....begini...lebih ba...ik mati....sa...ja...'' keluh kejora atas.
Aku sepakat.'' Nggak kuat.Nggak kuaaaaaaaaaaat!!!! '' teriaku lantang.
Genap seminggu usia kami .Setelah pengolesan obat itu beberapa hari,rupa kami makin jelek. Kulit mengelupas. Warna memudar perlahan. Umur kami tinggal beberapa hari. Ahh... sedihnya terlahir seperti ini.
Pulang sekolah, Lia mengantar Dena pulang ke rumahnya .
''Gimana Den...bagus obatnya ?''
''Lumayan sih. Tapi mati satu tumbuh seribu. Jerawatku bukan hanya di wajah. Di dada dan punggung juga ada. Ribet jadinya ! ''
''Kalau kamu mau tuntas,perawatannya lumayan rumit.''
Lia memaparkan pengalaman kakaknya membunuh bangsaku.
''Program terapi perawatankulit bisa membunuh bakteri jerawat,mengurangi warna kemerahan dan bengkak akibat jerawat .
Tambahan perawatan dikombinasikan dengan hormon topical cream atau tablet penyeimbang hormon. Manfaat hormon topical ini untuk mengendalikan hormon tak seimbang penyebab jerawat. Selain itu, kakakku juga dianjurkan pakai produk penunjang yang bisa bantu peeling bekerja lebih cepat dan efektif.'' Lia menjelaskan secara detail bak dokter spesialis kulit.
Dena manggut-manggut. Bru tahu dia,ternyata nggak mudah melenyapkan kami.
''Kalo nggak salah,para peneliti dari Universitas Georg-August di Gottingan,jerman sedah memecahkan kode genetik bakteri yang terlihat dalam jerawat.Penemuan ini bisa menjawab berbagai pertanyaan seputar penyebab jerawat,sekaligus memberikan nilai tambah dalam penemuan obatnya.''
''Emang kamu tahu dari mana sih ?''
''Dari internet.'' Sahut Lia.
''Tapi ngomong2 biaya perawatan kakakmu tadi berapa duit ? mahal nggak ?''
''Ya,lumayanlah .'' Lia menyebut angka yang membuat Dena melotot seketika.Uang sakunya dikumpulin sebulanpun tidak akan cukup untuk membayar perawatan itu.
Mobil Lia berhenti di perempatan jalan. Traffic ligt berwarna merah.
Seorang pedagang asongan mendekat,menawarkan dagangannya. Tanpa sadar Dena memperhatikan pedagang asongan tersebut . Sososknya berbalut kaos kumal dan celana panjang lusuh. Kepalanya tertutup topi menyembunyikan sebagian rambut cepaknya. Usianya satu dua tahun lebih muda dari Dena. Banyak bintik-bintik merah di wajah anak itu. Mereka melambai kepadaku. Aku membalasnya .
''Anak anak gitu, kira kira sempat mikirin jerawat di mukanya nggak ya ?'' Gumam Dena tanpa sadar .
''Apa Den. kamu ngomong apa ?''
''Aku bilang pedagang asongan itu,kira kira risih nggak dengan jerawat segitu banyak.''
''Orang kayak gitu,makan aja susah .Boro boro mikirin jerawat.''
Dena tercenung lama memikirkan kalimat Lia tersebut...
Andai ia bisa mendengar suaraku ingin sekali aku menasehatinya.
''Dena sayang....banyak sekali remaja yang bernasib malang. Tidak seperti kmu yang nggak perlu mikir besok makan apa,besok tinggal di mana,bakal dikejar kamtib apa nggak. Masih banyak orang yang kelaparan dan kesusahan. Urusan jerawat nomor kesekian. Emang jaga penampilan bisa bikin kenyang,paling cuman dapat pujian.Sudah itu saja.''
Sayangnya,ia tak akan pernah mengerti jeritan hatiku ini.
Kami sekarat. Harum tubuh malaikat maut tercium dekat. Dunia akan kami tinggalkan cepat atau lambat. Hik....hik....sedihnya. Padahal aku masih ingin menikmati aroma rumput bermandi embun pagi.
''Waaaaaaaaaaaaaaa.....'' jeritan lantang memecah hening.
''Ada apa ? ada apa ?
''Ada maling ?''
''Nggak....nggak ada maling koq,cuman ada ini.''
''Ya ampun,Dena kirain kakak ada apa ? jerawat lagi ?''
''Sudah Ibu bilang,jangan menjerit malu didengar tetangga.Pagi pagi sudah ribut!''
''Tapi Bu,ada tiga jerawat baru lagi nih....hik....hik...''
''Halo kakak tertua...kenalkan aku kejora piki!''
''Aku kejora pika.''
''Kalo aku kejora dagu.''
''Mohon bimbingannya!'' ujar ketiganya serempak. Dua bintik merah itu lahir tak jauh dari kami. Di pipi kanan,pipi kiri dan dagu.
Aku terkesan melihat keceriaan ketiga seniorku itu .
Sedang Dena,lihatlah ia,makin bete. Maklum,apagi ini dia akan maju ke depan kelas untuk presentasi biologi alat percernaan mamalia.
Lirih aku mengucap nasehat. '' Pe de aja lagi! '' sayangnya ia tak bisa mendengarnya. Dena terus merutuki mukanya yang semarak bak langit di malam hari .

Information From

Tidak ada komentar: