Selasa, 02 Desember 2008

MEMANDANG DENGAN EMPATI

(Dr. Limas Sutanto, Sp.K.J., Buku "Kiat Pengembangan Diri. Tidak Mencerca Orang Lain")

Para psikiater dan psikolog pasti pernah merasakan betapa sulitnya berkomunikasi dengan insan autistik. Istilah autistik adalah kata sifat.

Kata bendanya adalah autisme, yang berarti miskin kontak sosial. Insan autistik ini seolah hanya hidup dalam alam kepribadiannya sendiri yang nyaris terpisah total dari dunia masyarakat pada umumnya. Padahal para psikiater dan psikolog sangat memerlukan komunikasi yang lancar dan efektif dengan setiap kliennya demi pemahaman yang menyeluruh tentang diri klien beserta problemnya.
Hal ini sangat penting, karena dengan landasan pemahaman tersebut, psikiater dan psikolog bisa memberikan bantuan dan usulan untuk klien mereka.

Ada satu pertanda yang gampang dikenali dan dirasakan keberadannya pada insan autistik, yakni tatapan mata yang miskin empati. Cara memandang atau menatap orang lain yang dilakukan oleh insan autistik punya ciri khas. Dingin, sama sekali tidak hangat, terasa asing dan jauh. Tatapan matanya tidak bersahabat, tidak mencerminkan keinginan berkomunikasi yang hangat, dan tidak membersitkan human understanding (pengertian manusiawi). Oleh karena itu objek atau orang yang dipandang oleh insan autistik akan merasakan betapa dirinya tidak cukup diperhitungkan. Seolah insan autistik tidak pernah memberikan perhatian pada orang lain.

Jadi, insan autistik yang punya cara menatap atau melihat orang lain secara khas seperti disebut di atas tampil seolah sebagai manusia yang meremehkan dan tak membutuhkan orang lain. Mereka yang tidak tahu seringkali menganggap insan autistik sebagai orang yang sombong, manusia angkuh, bahkan ada pula yang mengira orang yang tidak tahu diri dan tak sopan.

Pada titik ini dapat ditangkap satu pilar penting dalam hubungan antar manusia. Pilar penting itu berpusat pada cara manusia menatap atau memandang orang lain. Cara menatap orang lain bisa sangat menentukan kualitas relasi antar manusia. Itu sangat menentukan kesan, sejauhmana seseorang memiliki daya empati, yakni kemampuan memahami perasaan, pikiran, kemauan, sikap, dan tindakan orang lain.

Orang yang memandang sesamanya dengan tatapan mata empati, akan membuat yang dipandang merasa diorangkan, dihargai dan diperlakukan sebagai orang penting. Atau setidaknya merasa tidak diremehkan. Pada dasarnya setiap insan sangat mendambakan perlakuan seperti itu.
Setiap insan adalah makhluk yang mempunyai kebutuhan psikis penting yang disebut need of acceptance dan need of understanding. Setiap insan membutuhkan perasaan diterima dan dimengerti orang lain. Ketika kedua kebutuhan tersebut dihayati manusia, niscaya dia akan merasa ditempatkan pada posisi kemanusiaan yang optimal. Pada posisi itu dia akan mengembangkan potensi-potensi kreatif yang dimilikinya secara optimal. Di sinilah letak kekuatan tatapan mata empatetik.

Tatapan mata empatetik adalah cara memandang yang tidak egosentris. Tindakan ini muncul dari kesadaran penuh manusia akan keinginan memahami dan menerima orang lain dengan kehangatan wajar. Justru manusia dengan tatapan mata empatetik ini akan menuai banyak kebaikan dan keuntungan sejati dari orang lain. Orang yang dipandang dengan tatapan mata empatetik cenderung akan meluapkan segenap potensi kreatif yang ada dalam dirinya. Luapan potensi kreatif ini pada gilirannya akan menguntungkan insan yang memandang dengan tatapan empatetik itu.


Seorang pemimpin, direktur, atau komandan yang memandang anak buahnya dengan tatapan empatetik sungguh menempatkan anak buahnya pada posisi kemanusiaan optimal. Dengan demikian si anak buah akan mampu menumbuhkembangkan dan mengeluarkan segenap potensi kreatifnya secara optimal pula. Dia tidak akan sekedar bekerja karena perintah yang digariskan oleh pimpinannya. Dia tidak semata berkarya sesuai dengan batasan pekerjaan yang terrangkum dalam jobs-description. Lebih dari itu, dia akan berkarya secara kreatif dengan hasil berlipat ganda, tidak sekedar terbatas pada hasil yang ditargetkan.

Tatapan mata empatetik merupakan poin penting dalam relasi antar manusia yang positif. Pada dasarnya setiap insan yang ingin membina relasi dengan orang lain, niscaya belajar memandang sesamanya dengan tatapan mata empatetik. Yang jelas ini bukan tatapan munafik yang memancar karena daya kehendak memperalat orang lain. Tetapi tatapan yang memancar dari pikiran sehat disertai kesadaran tentang betapa pentingnya memperhatikan orang lain. Ini terpancar dari nurani bening yang bisa merasakan betapa setiap insan pada dasarnya adalah makhluk yang butuh diterima dan dimengerti oleh orang lain.

Sudahkah anda berupaya memandang setiap insan yang berelasi dengan anda dengan tatapan empatetik? Ataukah anda cenderung memandang orang lain seolah sebagai instrumen yang harus bekerja mendatangkan keuntungan berlimpah buat anda sendiri?
Sadarkah anda, cara memandang seperti itu justru mendatangkan kebaikan dan keuntungan sejati buat anda? Sadarkah anda, hanya cara memandang penuh empatilah yang akan memicu semangat kerja dan karya kreatif yang membuahkan hasil berlipat ganda?

Penumbuhkembangan tatapan empatetik bisa dimulai dari kesudian memandang setiap orang yang baru berkenalan dengan anda dengan penuh pergatian kemanusiaan yang hangat.
Pandanglah setiap insan, sejak pertama kali anda berkenalan, sebagai manusia yang akan berprestasi optimal dan meluapkan kebaikan-kebaikan, kalau need of acceptance dan need of understanding-nya terpenuhi.

Tidak ada komentar: