Rabu, 07 Januari 2009

Cinta dan Hijab

Pertama kali Allah menebar hijab adalah ketika Adam as. dan Hawa di ciptakan. Dalam hubungan Adam-Hawa itulah mula-mula adanya gambaran jelas tentang hijab.

Kemudian contoh konflik antar para Malaikat ketika menyikapi penciptaan manusia. Konflik berlanjut di syurga tatkala para Malaikat di perintahkan untuk menghormati Adam as., ternyata ada Malaikat yang menolak, karena dirinya merasa lebih tinggi derajatnya dari manusia, terutama dari asal penciptaan Adam as. sebagai manusia pertama. Ketidak patuhan Malaikat tersebut akibat terhijab oleh keangkuhannya.

Tidak hanya sampai disitu, ternyata Allah pun memberi rambu-rambu di syurga, tatkala Adam as. di pertemukan dengan Hawa, sebagaiman dibentangkan larangan untuk tidak mendekati sebatang pohon, yang ternyata berbuah khuldi. Pergulatan Adam as. dalam menghadapi larangan Allah, tidaklah ringan. Karena di sana Adam as., di uji cintanya kepada Hawa sekaligus kepatuhannya pada Allah. Sejarah mencatat, ternyata keimanan Adam as., dapat diruntuhkan oleh rasa cintanya kepada Hawa, sehingga ia berani mengambil resiko untuk memetik buah khuldi. Itulah hijab cinta yang ada pada diri Adam as. Pelajaran penting yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut. Yang baik dan benar: Mencintai suami atau istri, wajib dilandasi oleh kepatuhannya kepada Allah, bukan sebatas cinta yang dipicu oleh syahwat.

Pada kasus lain, dapat dilihat dalam sejarah Nabi Ibrahim as. dengan anaknya Nabi Ismail as.. Betapa berat pergulatan batin Nabi Ibrahim as. ketika beliau harus meninggalkan istri dan anaknya yang baru dilahirkan, hanya untuk memenuhi panggilan Allah berdakwah ke negeri lain. Selama bertahun-tahun Siti Hajar juga harus berjuang membesarkan anaknya seorang diri di tengah padang pasir yang tandus. Pergulatan batin Siti Hajar pun tidak ringan. Namun ternyata tidak hanya sampai di situ. Ujian bagi Nabi Ibrahim as. dan Siti Hajar, berlanjut dengan turunnya perintah Allah pada Nabi Ibrahim as., untuk menyembelih anak semata wayang yang baru dijumpainya. Namun karena Nabi Ibrahim as. sangat patuh dan mengutamakan kecintaannya kepada Allah, ketimbang kecintaannya kepada anak dan istrinya, maka luluslah Nabi Ibrahim as. dalam ujian tersebut. Sejarah itu merupakan tonggak awal munculnya ibadah nusuk (pengorbanan), yang kini disempurnakan menjadi ibadah haji. Nabi Muhammad saw. pun banyak mengikuti syariat Nabi Ibrahim as. yang dikenal sebagai Abu Tauhid (bapak ahli tauhid). "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan" (An-Nahl: 123).

Dengan semakin majunya peradaban manusia, yang dibarengi dengan pesatnya perkembangan teknologi dan pengetahuan, ternyata tidak serta merta membuat manusia menjadi tambah santun dalam menghadapi konflik kehidupan. Berbagai persoalan kerap dinilai hanya sebatas lahiriahnya. Itu adalah salah satu akibat dari kesibukan mengurus kebutuhan duniawi yang tak ada habis-habisnya, sehingga kekurangan waktu untuk merenung dan menyadari keberadaan Allah di setiap kejadian.

Bagaimana mungkin bisa mendekatkan diri pada Allah (taqarrub), selama hati seorang salik masih diliputi oleh rasa cinta kepada istri, suami, anak, keluarga, harta benda dan sebagainya. Karenanya, "ceraikan" semua itu dari dalam hati, cukup ditempatkan dalam jiwa. Cintailah Allah dengan sepenuh hati, jangan biarkan sesuatu selain Allah memenuhinya. Karena hati orang yang beriman itu rumah Allah. Rumah Allah, haruslah bersih dari segala sesuatu selain diri-Nya. Sebab anak, istri, suami, harta, pangkat, dan jabatan itu bisa menjadi hijab untuk mencintai Allah dan sekaligus menjadi ujian dan cobaan.

"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar".
(At Taghaabun: 15).

Karena itu, jangan mudah terpesona pada segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Karena dunia diciptakan sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman. Bagi para ahli tasawuf dunia bahkan dianggap sebagai penjara yang terlaknat. Sebagaimana yang tertera pada kitab Siarus Salikin: "Dunia itu terlaknak, bagi barangsiapa yang ada di dalamnya, maka ia akan ikut terlaknat, kecuali yang berada di jalan Allah". Pada hakikatnya seseorang tidak bisa menguasai dunia, karena apa yang dimiliki hanya sebatas yang dipakai, seperti baju dan perhiasan. Begitu pula rumah mewah, hanya bisa dinikmati sebatas yang di tempati.

Singkatnya, apa saja yang ada pada seorang hamba hakikatnya milik Allah. Karena itu, jalan terbaik satu-satunya adalah mengembalikan semuanya kepada Allah.



Information From

Tidak ada komentar: