Oleh: KH. A. Mustofa Bisri
Dulu, ketika kita mendengar ada badai hebat di  Amerika, Bangladesh, hingga Filipina; banjir meluap di Tiongkok, Brazil,  hingga Korea; gempa dahsyat di Rumania, Meksiko, hingga Jepang; kapal  tenggelam di Inggris, Italia, hingga Rusia; kecelakaan kereta api di  Argentina, Skotlandia, hingga Jerman; kecelakaan pesawat di Turki, Prancis,  hingga Sri Lanka; kebakaran hutan di Amerika, Tiongkok, hingga Australia;  ledakan di Irlandia, Iraq, hingga Pakistan; pertumpahan darah di Timur  Tengah, India, hingga Afghanistan; dan
musibah-musibah lain yang terjadi di  berbagai belahan dunia, setiap kali kita hanya sebentar ikut prihatin, lalu  diam-diam atau terang-terangan merasa lega dan bersyukur bahwa tempat-tempat  musibah tersebut jauh dari kita.
Sekarang, ketika musibah-musibah itu,  plus musibah lumpur panas, secara beruntun terjadi di tanah air, masih juga  banyak orang yang jauh dari tempat musibah bereaksi sama. Ikut prihatin  sebentar, lalu diam-diam atau terang-terangan bersyukur bahwa bukan mereka  yang terkena.
Dan akhir-akhir ini Irian Jaya terkena air bah, Gunung Merapi Meletus (Mbah Marijan sebagai maskotnya), Mentawai Tsunamai, yang sebelumnya di Aceh. Apakah itu Musibah?
Karena beruntun, setidaknya dalam dua tahun belakangan,  banyak pula yang terusik dan bertanya-tanya: Ini ada apa? Ini cobaankah,  peringatan, atau siksa dari Tuhan?
Memang, ada beberapa ayat suci yang  jelas-jelas menyatakan bahwa musibah dan kerusakan adalah akibat ulah manusia  (misalnya, Q.4: 62; 28: 47; 30: 36, 41; 42: 48). Namun, dalam menjabarkan  ayat-ayat itu, berbeda-beda hujah orang.
Ada yang dengan nada keminter  menyalahkan pihak-pihak selain dirinya. "Alam itu memiliki karakter yang  tetap," katanya; "Gunung, laut, angin, dsb sama saja tidak pernah berubah.  Jadi, bisa dipelajari. Seharusnya para ilmuwan dapat memberikan masukan  informasi kepada pemerintah dan masyarakat.
Semestinya pemerintah sudah  mengantisipasi gejala-gejala alam itu. Apa kerja Badan Meteorologi dan  Geofisika itu?"
Dari mereka yang suka menyalahkan itu, ada yang lucu;  menyalahkan presiden yang dianggap membawa sial dan seharusnya  diruwat.
Ada pula yang agak memper, menyalahkan orang-orang yang suka  merusak alam. Menurut mereka, alam marah kepada manusia yang terus-menerus  melukainya. Bukan hanya manusia yang bisa kecewa, marah, demo, dan ngamuk.  Alam pun bisa.
Ada yang lebih kehambaan dengan mengakui bahwa semua  ini akibat dosa masal terhadap Tuhan pencipta manusia dan alam. Dosa kita  semua. Jadi, tidak relevan dan sia-sia apabila hanya saling tunjuk,  menganggap pihak lain saja yang berdosa, seolah-olah masing-masing merupakan  wakil Tuhan.
Semua aturan Tuhan dilanggar beramai-ramai. Diangkat menjadi  khalifah di kehidupan di dunia, tidak merawat dan mengelolanya secara baik,  malah merusaknya. Mereka yang merasa benar tidak mau membenarkan, malah  hanya menyalah-nyalahkan. Mereka yang berkesempatan berkorupsi tidak  ditutup kesempatannya berkorupsi, malah dipupuk dan diberi  peluang.
Hukum yang seharusnya menata malah ditata. Penegak hukum yang  melencengkan hukum tidak dibantu menegakkan, malah didorong untuk terus  melencengkannya. Kenakalan remaja dan kenakalan orang tua merajalela. Amuk di  mana-mana.
"Karena dosa masal, untuk menghentikan hajaran Tuhan ini,  tiada lain kita semua mesti melakukan tobat masal," kata sohibul pendapat  itu.
Saya sependapat dengan pikiran tersebut karena saya sendiri juga  melihat kenyataan perikehidupan kita yang seperti itu. Saya setuju dan  mendukung anjuran tobat masal, tapi tidak dengan pengertian yang sederhana.  "Hanya" ramai-ramai istighotsah secara seremonial, nangis-nangis minta ampun  kepada Tuhan, lalu sudah.
Tobat yang saya dukung adalah tobat yang  sesungguhnya. Masing-masing mengidentifikasi kesalahan sendiri dan  menyesalinya, lalu bertekad tidak mengulangi. Mereka yang merasa pernah  merampas hak orang lain segera mengembalikan atau meminta ikhlas dari pihak  yang terampas. Misalnya, pejabat yang pernah mengorupsi harta rakyat,  segeralah mengembalikan. Atau, jika telanjur habis termakan, mengadakan  konferensi pers untuk memohon keikhlasan dari rakyat.
Mereka yang  pernah atau sering nyogok atau menerima sogok, segera berhenti dan berjanji  tidak akan mengulangi. Mereka yang karena memiliki kelebihan, baik berupa  kekayaan, kepintaran, maupun kekuasaan, hendaklah segera menyadari bahwa itu  semua adalah anugerah Tuhan yang seharusnya disyukuri, bukannya dijadikan  alasan untuk angkuh serta merendahkan orang lain.
Mereka yang suka  memutlakkan pendapat dan kebenaran sendiri hendaklah segera menyadari bahwa  kebenaran mutlak hanya milik Allah dan mulai belajar menghargai pendapat  orang lain. Demikian seterusnya. Kemudian, baru dengan tulus dan khusyuk  memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
Kesalahan-kesalahan yang  telanjur dilakukan karena kebodohan serta kecerobohan harus diakui dan  diusahakan memperbaiki dengan belajar atau menghindarinya sama sekali.  Misalnya, karena pengetahuan kita mengenai bencana alam dan penanganannya  masih minim, kita harus mengakui dan belajar.
Misalnya, karena nasib baik  atau KKN, seseorang diangkat dan diserahi tugas yang tidak begitu  dikuasainya, lalu timbul kesalahan, dia bisa memperbaiki dengan belajar.  Tapi, bila tugas tersebut sama sekali di luar kemampuannya, segera saja  mundur. Sebab, kesalahannya akan beranak-pinak.
Karena itu semua adalah  pendekatan kehambaan, kuncinya adalah kerendahhatian. Tanpa sikap rendah  hati, tobat akan sia-sia belaka.
Waba'du, meskipun wadag kita dari  lumpur, tidak seharusnya kita bersikap seperti lumpur Porong yang seenaknya  sendiri, merusak ke sana kemari, susah diatur, tidak jelas maunya. Sebab,  dalam wadag kita, Allah meletakkan cahaya penerang: akal dan hati  nurani.
Semoga bermanfaat
Wassalam
Soleh Sugianto
 
 
1 komentar:
Musibah datang dari Alloh dan yang mengakhiripun juga Dia yang Diatas sana, Kejadian Meletusnya Gunung Merapai, Vulcano Merapi Mount terjadi atas kehendaknya, Lahar dingin keluar dari puncak gunung Merapi, lahar panas, membuat orang disekelilingnya harus mengungsi, Klaten, Magelang yogyakarta, kota yang terkena imbas akibat bencana alam tersebut. Semoga kita semua diberi kesabaran dan perlindungan.
Amin,
rgds,
soleh sugianto
Posting Komentar