Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
HADITS KEDELAPAN
Dari Abi Mijlaz, ia berkata: “Aku pernah shalat Shubuh bersama Ibnu ‘Umar,
tetapi ia tidak qunut.” Lalu aku ber-tanya kepadanya: ‘Aku tidak lihat engkau
qunut Shubuh?’ Ia jawab: ‘Aku tidak dapati seorang Shahabat pun yang melakukan
hal itu.’”
Atsar ini telah diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi di dalam kitab Sunanul Kubra
(II/213) dengan sanad yang hasan, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikh
Syuaib al-Arnauth dalam tahqiq beliau atas kitab Zaadul Ma’ad (I/272).
Ibnu ‘Umar seorang Shahabat yang zuhud dan wara’ yang selalu menemani
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau (Ibnu ‘Umar) mengatakan:
“Tidak satu Shahabat yang melakukan qunut Shubuh terus-menerus. Para Shahabat
yang sudah jelas mendapat pujian dari Allah tidak melakukan qunut Shubuh,…”
Namun mengapa ummat Islam yang datang sesudah para Shahabat malah berani
melakukan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam?
Seorang Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Thariq bin
Asyyam bin Mas’ud al-Asyja’i ayahanda Abu Malik Sa’d al-Asyja’i dengan tegas
dan tandas mengatakan: “Qunut Shubuh adalah bid’ah!”
PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS MENERUS
[1]. Imam Ibnul Mubarak berpendapat tidak ada qunut di shalat Shubuh.
[2]. Imam Abu Hanifah berkata: “Qunut Shubuh (terus-menerus itu) dilarang.”
[Lihat Subulus Salam (I/378).]
[3]. Abul Hasan al-Kurajiy asy-Syafi’i (wafat th. 532 H), beliau tidak
mengerjakan qunut Shubuh. Dan ketika ditanya: “Mengapa demikian?” Beliau
menjawab: “Tidak ada satu pun hadits yang shah tentang masalah qunut Shubuh!!”
[Lihat Silsilatul Ahaadits adh-Dha’iifah wal Maudhu’ah (II/388).]
[4]. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Tidak ada sama sekali petunjuk dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan qunut Shubuh
terus-menerus. Jumhur ulama berkata: “Tidaklah qunut Shubuh ini dikerjakan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan tidak ada satupun dalil yang sah yang
menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan demikian.”
[Lihat Zaadul Ma’aad (I/271 & 283), tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdul
Qadir al-Arnauth]
[5]. Syaikh Sayyid Sabiq berkata: “Qunut Shubuh tidak disyari’atkan kecuali
bila ada nazilah (musibah) itu pun dilakukan di lima waktu shalat, dan bukan
hanya di waktu shalat Shubuh. Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ibnul
Mubarak, Sufyan ats-Tsauri dan Ishaq, mereka semua tidak melakukan qunut
Shubuh.” [Lihat Fiqhus Sunnah (I/167-168)]
PENJELASAN TENTANG PENDAPAT MEREKA YANG MENYUNNAHKANNYA
Sebagian orang ada yang mengatakan: “Madzhab kami berpendapat sunnah berqunut
pada shalat Shubuh, baik ada nazilah ataupun tidak ada nazilah.”
Apabila kita perhatikan, maka kita dapat mengetahui bahwa yang melatarbelakangi
pendapat mereka adalah ‘anggapan’ mereka tentang ke-shahih-an hadits tentang
qunut Shubuh secara terus-menerus.
Akan tetapi setelah pemeriksaan, kita mengetahui bahwa semua hadits tersebut
ternyata dha’if (lemah) semuanya.
Kemungkinan besar, mereka belum mengetahui tentang kelemahan hadits-hadits
tersebut. Karena ma-nusia tetaplah manusia, siapapun dia, dan sifat manusia itu
bisa benar dan bisa juga salah. Dan Imam asy-Syafi’i sangat memahami hal ini,
sehingga beliau berkata:
"Apabila kamu mendapati dalam kitabku pendapat-pen-dapatku yang menyalahi
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka peganglah Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tinggalkanlah pendapatku. Dalam
riwayat lain beliau berkata: Ikutilah Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan jangan kamu menoleh kepada pendapat siapapun.”
Diriwayatkan oleh Imam al-Harawi, al-Khathib al-Baghdadi, sebagaimana yang
dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab [1]. Lihat
kitab Shifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Imam al-Albany..
"Setiap masalah yang sudah sah haditsnya dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menurut para ulama-ulama hadits, akan tetapi pendapatku
menyelisihi hadits yang shahih, maka aku akan rujuk dari pendapatku, dan aku
akan ikut hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih baik ketika aku
masih hidup, maupun setelah aku wafat.”[Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Nu’aim
al-Ashba-hani dan al-Harwi, lihat di kitab Sifat Shalatin Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam karya Imam al-Albany]
“Setiap pendapatku yang menyalahi hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Itulah yang wajib diikuti, dan janganlah kamu taqlid kepadaku.” [Diriwayatkan
oleh: Imam Ibnu Abi Hatim, al-Hafizh Abu Nu’aim dan al-Hafizh Ibnu ‘Asakir.
Lihat kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Imam
al-Albani.]
QUNUT NAZILAH
Qunut Nazilah adalah do’a qunut ketika musibah atau kesulitan menimpa kaum
Muslimin, seperti peperangan, terbunuhnya kaum Muslimin atau diserangnya kaum
Muslimin oleh orang-orang kafir. Qunut Nazilah, yaitu mendo’akan kebaikan atau
kemenangan bagi kaum Muk-minin dan mendo’akan kecelakaan atau kekalahan,
ke-hancuran dan kebinasaan bagi orang-orang kafir, Musy-rikin dan selainnya
yang memerangi kaum Muslimin. Qunut Nazilah ini hukumnya sunnat, dilakukan sesudah
ruku’ di raka’at terakhir pada shalat wajib lima waktu, dan hal ini dilakukan
oleh Imam atau Ulil Amri.
Imam at-Tirmidzi berkata: “Ahmad (bin Hanbal) dan Ishaq bin Rahawaih telah
berkata: “Tidak ada qunut dalam shalat Fajar (Shubuh) kecuali bila terjadi
Nazilah (musibah) yang menimpa kaum Muslimin. Maka, apabila telah ter-jadi
sesuatu, hendaklah Imam (yakni Imam kaum Mus-limin atau Ulil Amri) mendo’akan
kemenangan bagi ten-tara-tentara kaum Muslimin.” [2]
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mela-kukan qunut satu bulan berturut-turut pada
shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, ‘Isya dan Shubuh di akhir setiap shalat, yakni
apabila beliau telah membaca “Sami’allaahu liman hamidah” dari raka’at terakhir,
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan kecelakaan atas mereka, satu
kabilah dari Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah sedangkan orang-orang
yang di belakang beliau mengaminkannya. [3]
Hadits-hadits tentang qunut Nazilah banyak sekali, dilakukan pada shalat lima
waktu sesudah ruku’ di raka’at yang terakhir.
Imam an-Nawawi memberikan bab di dalam Syarah Muslim dari Kitabul Masaajid, bab
54: Istihbaabul Qunut fii Jami’ish Shalawat idzaa Nazalat bil Muslimin Nazilah
(bab Disunnahkan Qunut pada Semua Shalat (yang Lima Waktu) apabila ada musibah
yang menimpa kaum Muslimin) [4]
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar