”Janganlah kita menjadi sombong,
congkak dan merasa lebih hebat dari orang lain. Nobody Is Perfect !”
Di suatu hari yg cerah, seorang
cendekiawan yang memiliki banyak ilmu ingin menikmati pemandangan laut dengan
menyewa sebuah perahu nelayan.
Setelah harga sewa disepakati, keduanya melaut. Melihat nelayan terus bekerja keras mendayung perahu tanpa banyak bicara, sang cendekiawan bertanya :
“Apa bapak pernah belajar ilmu fisika tentang energi angin & matahari ?”
“Tidak” jawab si Nelayan.
Cendekiawan melanjutkan “Ah, jika demikian bapak telah kehilangan SEPEREMPAT peluang hidup”
Si Nelayan cuma mengangguk-angguk membisu.
“Apa bapak pernah belajar ilmu tentang proses otak manusia atau belajar 6 cara berpikir yang hebat?”.
“Belum pernah” jawab Si Nelayan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Si Cendekiawan melanjutkan “Ah, jika demikian bapak telah kehilangan SEPEREMPAT lagi peluang hidup”.
Si Nelayan kembali cuma mengangguk-angguk membisu.
“Apa bapak pernah belajar & bisa berkomunikasi yang jitu atau dengan menggunakan bahasa asing ?”.
“Tidak bisa” jawab Si Nelayan singkat.
“Aduh, jika demikian bapak total telah kehilangan TIGA PEREMPAT peluang hidup”
Tiba-tiba…angin kencang bertiup keras. Perahu yg mereka tumpangi pun oleng hampir terguling. Dengan
tenang Si Nelayan bertanya kepada Si Cendekiawan “Apa bapak pernah belajar berenang ?”
Dengan suara gemetar & muka pucat ketakutan, Si Cendikiawan menjawab : “Tidak pernah”
Si Nelayanpun berkata dengan santai : “Ah, jika demikian, bapak telah kehilangan SEMUA peluang hidup”
Atau dalam cerita lain dikisahkan ..........
Seorang pria yang bertamu ke rumah Seorang Suhu tertegun keheranan. Dia melihat Sang Suhu sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatny bercucuran deras.
Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Suhu lakukan?"
Sang Suhu menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan.
Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."
Pesan moral yang bisa dipelajari dari metafora diatas adalah :
Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih- benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih
kaya, lebih rupawan, lebih berkuasa, lebih tinggi pangkatnya dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih hebat, lebih kompeten, dan lebih berwawasan atau ilmu jauh lebih banyak jika dibandingkan orang lain.
Di tingkat ketiga,sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Setelah harga sewa disepakati, keduanya melaut. Melihat nelayan terus bekerja keras mendayung perahu tanpa banyak bicara, sang cendekiawan bertanya :
“Apa bapak pernah belajar ilmu fisika tentang energi angin & matahari ?”
“Tidak” jawab si Nelayan.
Cendekiawan melanjutkan “Ah, jika demikian bapak telah kehilangan SEPEREMPAT peluang hidup”
Si Nelayan cuma mengangguk-angguk membisu.
“Apa bapak pernah belajar ilmu tentang proses otak manusia atau belajar 6 cara berpikir yang hebat?”.
“Belum pernah” jawab Si Nelayan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Si Cendekiawan melanjutkan “Ah, jika demikian bapak telah kehilangan SEPEREMPAT lagi peluang hidup”.
Si Nelayan kembali cuma mengangguk-angguk membisu.
“Apa bapak pernah belajar & bisa berkomunikasi yang jitu atau dengan menggunakan bahasa asing ?”.
“Tidak bisa” jawab Si Nelayan singkat.
“Aduh, jika demikian bapak total telah kehilangan TIGA PEREMPAT peluang hidup”
Tiba-tiba…angin kencang bertiup keras. Perahu yg mereka tumpangi pun oleng hampir terguling. Dengan
tenang Si Nelayan bertanya kepada Si Cendekiawan “Apa bapak pernah belajar berenang ?”
Dengan suara gemetar & muka pucat ketakutan, Si Cendikiawan menjawab : “Tidak pernah”
Si Nelayanpun berkata dengan santai : “Ah, jika demikian, bapak telah kehilangan SEMUA peluang hidup”
Atau dalam cerita lain dikisahkan ..........
Seorang pria yang bertamu ke rumah Seorang Suhu tertegun keheranan. Dia melihat Sang Suhu sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatny bercucuran deras.
Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Suhu lakukan?"
Sang Suhu menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan.
Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."
Pesan moral yang bisa dipelajari dari metafora diatas adalah :
Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih- benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih
kaya, lebih rupawan, lebih berkuasa, lebih tinggi pangkatnya dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih hebat, lebih kompeten, dan lebih berwawasan atau ilmu jauh lebih banyak jika dibandingkan orang lain.
Di tingkat ketiga,sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada
tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri
(self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua
hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat
dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.
Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.
Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara
tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia.
Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.
Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara
tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia.
Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong. Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.
Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.
Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan yang tulus, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri dan Tuhan memang sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong. Karena memang sombong adalah sifat utama Iblis, Syeiton dan para pengikutnya.
Selama dikehidupan dunia memang, kita memiliki banyak materi yang berlimpah, jabatan yang hebat, berbagai ilmu, dan berjuta kesenangan duniawi .. tetapi kita lupa bahwa semuanya akan berakhir saat ajal menjemput dan nyawa meregang, tubuh menyatu dengan tanah dan hanya menyisakan tulang belulang. Dialah sang kematian, sang penghancur harapan, sang penghancur impian.
Tiada satupun yang kita bawa sebagai bekal kelak kecuali ibadah dan amal dari perbuatan baik yang kita lakukan, Ilmu yang bermanfaat bagi banyak orang, serta anak yang sholeh yang senantiasa mendoakan ayah Ibunya.
Jika memang demikian, apa lagi yang mau kita sombongkan? (MY)
Have a positive day!
Kutipan dari Mas Yunus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar