Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:
Mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk
milik-Nya itu ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu
diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka Kusebut itu sebagai
panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti
matematika:
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh
dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, Dan menolak keputusan-Nya yang tak
sesuai keinginanku
Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk
beribadah.
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan
keberuntungan sama saja”
(Puisi terakhir Rendra yang dituliskannya diatas
ranjang RS)
SEMANGAT INDONESIA RAYA selamat Ulang Tahun yang ke 67 Negaraku Tercinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar