Selasa, 19 Juni 2012

Malaysia Klaim Tari Tor-Tor?

JAKARTA-Rencana Malaysia yang hendak mengklaim Tari Tor-Tor dan alat musik Gondang Sambilan (Sembilan Gendang) dari Mandailing dalam Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005 membuat panas Indonesia.
Tari Tor-tor asal Sumatera Utara (Foto: parisswisslondon.blogspot)
Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar mengatakan, permasalahan ini menjadi tantangan bagi pemerintah. Apalagi, registrasi budaya nasional akan segera dilakukan. ’’Menurut pengakuan LSM di sana itu upaya mereka dapat eksistensi. Ada bahasa supaya dapat bantuan dana. Ujung-ujungnya kelihatan mereka ada kemudahan dalam pengembangan budaya di Malaysia,’’ kata Raihan kepada INDOPOS (Grup JPNN) di Jakarta, kemarin (18/6).

Namun, lanjut wakil rakyat asal Aceh ini, komunitas Mandailing di Malaysia tidak memikirkan efek yang disebabkan dari upaya mereka. Yaitu, ketersinggungan masyarakat Indonesia. ’’Masalah seperti ini bisa dikomunikasikan lebih dahulu. Mencari jalan terbaiknya bagaimana,’’ tutur politisi dari PKS ini.

Menurutnya, belum diketahui apakah pengakuan tersebut membuat Tari Tor-Tor dan Gondang Sambilan jadi milik Malaysia. Atau Malaysia mengakui sumbernya dari Sumatera Utara dan hanya mengembangkan.

’’Upaya-upaya pengakuan seperti ini harus diambil jalan tengah. Kebudayaan di Malaysia dan Indonesia mirip-mirip. Banyak suku kita juga di sana. Jangan sampai jadi hubungan negatif. Ke depannya pasti ada pengakuan lainnya yang bisa membuat kita marah,’’ papar Raihan.

Karena itu, tambahnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus proaktif menanyakan masalah ini ke Malaysia. Supaya hubungan sosial budaya bisa dikomunikasikan dengan baik. Khususnya dalam hal paten mematenkan ke dunia internasional. ’’Tidak bisa sepihak ini punya Malaysia. Nanti hubungan tidak baik dengan negara luar,’’ katanya.

Raihan menambahkan, Kemendikbud mempunyai upaya diplomasi budaya. Peristiwa sekarang ini jadi sarana bagaimana membuktikan eksistensi budaya. Melalui diplomasi akan ketemu garis komunikasi yang lebih baik.

’’Bisa saja nanti negara lain mengakui Tari Tor-Tor punya Indonesia yang tumbuh kembang di Malaysia, Brunei, Filipina. Budaya tidak hanya nasional tapi juga internasional. Karena budaya ada di banyak tempat,’’ pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti menjelaskan, pihaknya sudah melakukan rapat antar kementerian membahas masalah ini. Jadi, kejadian awalnya adalah ada sebuah komunitas Mandailing di Malaysia. Mereka mengajukan pendaftaran ini ke warisan kebangsaan Malaysia. Tujuannya supaya dapat program dan anggaran untuk Tari Tor-Tor dan Gondang Sambilan tersebut.

’’Itu belum ditetapkan, masih proses pendaftaran. Kita melalui Kementerian Luar Negeri minta dilakukan pengecekan langsung kebenaran ini. Memang seperti itu kejadiannya. Kita minta komunikasi dengan kementerian penerangan dan kebudayaan Malaysia,’’ jelas Wiendu.

Ia melanjutkan, dalam komunikasi yang dilakukan, pihak Malaysia berjanji akan menjelaskan permasalahan Tari Tor-Tor ini dalam nota tertulis ke pemerintah Indonesia. Nota tersebut akan disampaikan Rabu (20/6) besok. ’’Kita sudah on the right track. Memang kita tidak bisa meninggalkan kewaspadaan. Kalau udah klarifikasi kita jangan lengah juga. Waspada sepanjang jalan,’’ kata Wiendu.

Sementara, Anggota DPR RI Effendi Simbolon yang juga Raja (Ketua) Bolon seluruh Indonesia (Punguan Simbolon Dohot Boruna Se-Indonesia/PSBI) mengatakan, pemerintah Indonesia tidak perlu marah terhadap klaim Malaysia. ’

’Cukup dengan mengajukan nota diplomatik, maka Pemerintah Indonesia akan mendapatkan jawaban jelas atas isu kontroverisal tersebut. Sejujurnya kita harus berterima kasih pada Malaysia,  karena kalau gak ada ramai-ramai seperti ini mana ada kepeduliannya,’’  tegas politisi PDIP ini di Kantor Pusat PBSI, Pejompongan, Jakarta Pusat, kemarin, (18/06).

Effendi juga menilai Tor-tor bukanlah sekadar tarian, tetapi penyatuan nilai-nilai budaya dan agama tradisional orang Batak yang terus-menerus dijaga hingga sekarang. Tarian tersebut juga mengandung unsur ritual yang tidak bisa ditarikan semua orang karena nilai-nilai sakralnya. ’’Jadi sangat janggal jika orang Malysia bisa menarikan
Tor-tor selayaknya orang Batak, makanya kita luruskan dulu,’’ tegas  Anggota Komisi VII ini. (cdl/dms)
JPNN.com

Tidak ada komentar: