Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik  bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk  bagimu Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah  2:216)     
"Semua telah berakhir, Nisa! Aku harus menerima kenyataan  bahwa dia bukanlah untukku! Walau terkadang aku masih berharap Allah akan  merubah segalanya, Namun kecintaanku kepada_Nya membuat aku yakin, bahwa ini  adalah yang terbaik yang diberikan_Nya!..      
Sebenarnya aku menaruh harapan besar pada hamba Allah yang  sholeh itu, Untuk menjadi sahabat yang dapat kuajak bersama mengelilingi  perputaran roda ini, Bagaikan Matahari dan Bulan yang silih berganti menerangi  alam, Menjadi khalifah (pemimpin) bagi insan taqwa di bumi Allah!, Namun sekali  lagi aku sadar, Apa yang menurutku baik belum tentu baik menurut_Nya, Aku tidak  tahu apa-apa, sedangkan Allah Maha Mengetahui segalanya! Yang terpenting bagiku  kini, menjalani hidup ini bagai air yang mengalir, Jika tiba saatnya nanti,  Insya Allah!".     
Kata-kata mutiara itu meluncur deras dari bibir Ayuning. Tak  ada kesedihan ataupun kekecewaan di sana, melainkan ketegaran!. Setiap keinginan  dan perbuatannya hanya dilandasi untuk mengharap keridhaan Allah, begitu pula  dalam menghadapi setiap persoalan, ia tak banyak berkeluh kesah melainkan  senantiasa tabah dan berusaha menemukan rahasia dibalik cobaan Allah!.     
"Apakah pemuda itu tahu perasaanmu, Ayu?", tanya Nisa.  
Ayuning tersenyum.     
"Ia tahu, Nisa.., dari perbincangan kami yang panjang, dari  persahabatan kami yang cukup lama. Aku yakin ia juga merasakan hal yang sama,  tapi sudahlah.. Pemuda itu lebih dahulu mengenal wanita itu daripadaku, ia juga  memutuskan untuk menikahinya karena petunjuk Allah. Semoga Allah memberkahi  pernikahannya dan melimpahkan keberkahan atas pernikahannya".      
"Aamiin", Nisa memoho pada Allah untuk memperkenankan do'a  Ayuning.     
"Mungkin wanita itu lebih baik dan lebih taqwa dariku, ya  Nisa?".  
Sebelum sempat Nisa berkomentar, Ayu telah meralat ucapannya.      
"Tapi bukankah yang berhak menilai baik dan taqwanya  seseorang hanyalah Allah?!..".     
"Benar, Ayu!..". Nisa membenarkan ucapan sahabatnya, kemudian  melirik jam tangan kecilnya.     
"Sudah pukul 4 sore, Ayu.., nanti kerumah Panti Asuhannya  kemalaman".  
Seperti biasa setiap awal bulan, Ayu minta ditemani Nisa  mengunjungi anak-anak yatim kesayangannya. tidak ada hal yang terindah dalam  hidupnya kecuali melihat wajah-wajah mungil itu tersenyum.     
"Ingin rasanya berbuat lebih banyak untuk mereka,  Nisa!..tetapi hanya ini yang bisa Ayu lakukan..".     
Anak-anak malang yang kehilangan kasih sayang itu menyambut  Ayu dengan riang.     
"Bunda Ayu datang..Bunda Ayu datang..!".     
Ayu senang sekali dipanggil Bunda, mereka mencium tangan Ayu.  Ayu merangkul dan mencium mereka, satu-satu dibagiinnya kue cokelat. Nisa ikut  membantu.     
"Bagaimana keadaanmu Ali?.. 'Ainan?.. Qitri?.. bagaimana  sekolahnya?..".      
Rentetan pertanyaan terlontar dari bibir Ayuning, seperti Ibu  beneran saja. Kemudian ia bercerita tentang kisah Muhammad yang diutus Allah  sebagai Rasul untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Anak-anak manis itu ceria  sekali mendengarkan cerita Ayuning.     
Ketika tiba waktunya pulang, Ayu berkata pada Nisa.     
"Semoga suatu saat nanti, Allah memperkenankan Ayu mengasuh  salah seorang dari mereka, ya Nisa..".     
"Aamiin". Ucap Nisa, dalam hati ia berkata,  "Subhanallah..".   
Menuju perjalanan pulang, Ayu minta Nisa singgah di toko  buah.     
"Kita berhenti sebentar, ya.., Ayu mau beliin Bunda buah,  Beliau paling senang buah Apel!..".     
Ayu sangat memperhatikan ibunya, karena melalui perantara  wanita mulia itulah ia mengerti betapa besar kasih sayang Allah kepadanya.  
Seakan dengan buah Apel yang diberikannya itu mewakili kata  hatinya,  
"Ayu ingin selalu mensyukuri nikmat Allah dengan berbuat baik  pada  
Bunda yang telah mengandung, mendidik dan  membesarkan..". Akhirnya merekapun tiba di rumah Ayuning yang sederhana  namun asri.      
"Assalaamu'alaikum ..." Wa'alaikumussalaam warahmatullaah  ..".     
Bunda Ayu menyambut keduanya dengan senyuman. Sosok Nisa  sudah tidak asing lagi baginya.     
"Mari masuk Nisa..". "Iya tante ". Nisa membalas senyum  wanita mulia itu.  
Ayu memcium tangan Bundanya, kemudian menyerahkan bungkusan  Apel. Bunda menerimanya dengan senyum bahagia. "Ayu repot-repot aja..", katanya  pada anaknya.     
Kemudian Ayu mengajak Nisa ke tempat favorit keluarga, taman  bunga. Dengan riang ia mengambil peralatan untuk menyiram kembang-kembang  kesayangan ibunya. Ditengah keasyikan bekerja, Ayu kembali mengajak Nisa bicara.      
"Kesibukanku membuat aku kurang waktu memperhatikan Bundaku,  Nisa!. Terkadang Ayu fikir hidup Ayu ini hanya merepotkan orangtua saja, ingin  rasanya senantiasa membuat mereka bahagia, tapi.. hanya hal-hal kecil inilah  yang bisa Ayu lakukan!.."     
Ayu terdiam sesaat, kemudian..     
"Sekarang Ayu mulai mengerti kenapa Allah belum mengizinkan  Ayu menikah, Nisa.. Allah ingin Ayu mengabdi pada orangtua dulu..! Bukankah  ridha orangtua merupakan ridha_Nya Allah? Ayu juga mulai memahami, bahwa Allah  menghendaki Ayu masih sendiri, Agar Ayu lebih menempa diri!, untuk menjadi  seorang ibu di muka bumi ini!..".     
Subhanallah..walhamdulillaah..walaa ilaaha  ilallah..wallaahu akbar..! (Nisa membathin), ia kagum pada kecerdasan sahabatnya  membaca Firman Allah dan rahasia cobaan Allah. Tiba-tiba matanya tertegun  melihat serumpun melati yang tumbuh subur di taman itu, dalam hati ia berkata.       
"Melati Itu Semakin Harum Mewangi", Ya Allah.. Aku memohon  pada_Mu.., berikanlah yang terbaik bagi_Mu untuknya.. Aamiin, Ya Rabbal  'aalamiin.
Information From
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar