Jumat, 21 November 2008

Seputar fatwa MUI ttg NATAL BERSAMA ... SELAMAT NATAL

sharing aja, dulu pernah dapet melalui email, dan masih aku simpan......semoga bermanfaat....dan mohon maaf buat yang non... bukan berarti kita ga satu...kita tetep satu.....
OK....

buat temen non muslim (siapa tahu ada), please see in positive way

--------------

Assalamu'ala Manittaba 'alalhuda.

Untuk temen-temen non muslim, smoga ini bisa menjelaskan tentang sikap kami yang muslim yang engga mengucapkan selamat hari raya natal. email ini saya dapet dari teman saya yang merupakan temen saudara Usman (seorang dosen di Maine university - kalo gak salah - berkebangsaan Indonesia, beragama islam).

ada cerita yg gambarin indahnya persahabatan :)
semoga bermanfaat.

-------Original Message-------

From: is-lam@i...
Date: Wednesday, December 19, 2001 12:26:30 AM
To: is-lam@i...
Subject: [is-lam] Seputar fatwa MUI

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera,

If only, rekan-rekan non-muslim tahu konsekuensi perayaan natal bersama bagi muslim, Anda sekalian tak akan pernah memaki MUI dan juga tak akan pernah berharap ada ucapan selamat natal dari muslim.

Anda merayakan kelahiran Jesus sebagai Juru Selamat, bukan Jesus sebagai nabi, utusan Allah. Di sinilah salah satu perbedaan mendasar antara Islam dan Kristen. Islam melihat Jesus sebagai seorang utusan Allah, manusia biasa [bukan anak Tuhan], yang dibekali banyak mukjizat untuk mendukung kerasulannya.

Merayakan natal bersama sebagaimana difahami oleh ajaran Kristen, berarti sebuah pengakuan bahwa Jesus adalah sang Juru Selamat. Bagi orang Islam, tindakan ini adalah perbuatan syirik [for sang Juru Selamat di dalam Islam is Tuhan yang Esa -tidak beranak dan tidak diperanakkan, yang dalam bahasa Arab disebut Allah].

Ketika Anda [Nasrani] mengucapkan selamat idul Fitri, tak ada konsekuensi theologis bagi Anda. Tak mengubah pengakuan Anda bahwa Jesus adalah sang Juru Selamat. Ketika muslim mengucapkan selamat natal dalam konteks yang difahami ummat Nasrani, muslim itu telah mengakui bahwa Jesus is sang Juru Selamat.

Kalimat yang konsekuensinya sepadan dengan ucapan selamat natal itu adalah ucapan dua kalimat syahadah: "Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, danaku bersaksi bahwa nabi Muhammad itu utusan Allah."

Nah, beranikah Anda sekalian mengucapkan dua kalimah syahadah itu, yg oleh karenanya Anda tidak lagi mengakui bhw Jesus is the Savior? yg oleh karenanya juga Anda telah menjadi muslim?

Mohon alinea di atas itu Anda renungkan baik-baik.

Dengan apa yang sudah saya uraikan di atas, saya stand firmly behind fatwa MUI tentang natalan ini.

Kepada mereka yang sempat menulis, "kalau saja MUI mengeluarkan fatwa agar ummat Islam tak berhubungan dengan ummat lain", saya minta baca lagi fatwa MUI.
Di fatwa itu juga dianjurkan agar ummat Islam tetap menjalin hubungan dengan non-muslim [dlm urusan yg tak terkait dengan akidah].

FYI, MUI juga tak akan mengeluarkan fatwa spt yang Anda 'andaikan' itu, krn al Qur'an sendiri mengajarkan agar ummat Islam menjalin hubungan dengan ummat lain dalam soal kemasyarakatan [hal-hal yang tak terkait dengan akiqah]. Seandainya MUI mengeluarkan fatwa spt yang Anda 'andaikan', maka muslim spt saya ini pertama kali akan menentang fatwa itu.

Kepada mereka yang menulis, MUI menteror minoritas dengan fatwanya, saya sarankan untuk bisa menempatkan persoalan pada proporsi yang sebenarnya.

MUI sebagai kumpulan ulama punya kewajiban mengingatkan ummat Islam, dalam bentuk petuah-petuah [fatwa]. Ketika pelaksanaan ajaran agama [Islam] dicampur-adukkan dng kepercayaan agama lain, maka tugas ulama lah memberikan teguran kepada muslim.

Seandainya MUI mengeluarkan fatwa melarang ummat Kristen u/ merayakan natal, itu yang disebut teror. Dan, saya sebagai muslim akan menentang fatwa spt itu. Tak seorang pun di dunia ini yang boleh menghalangi ummat lain melaksanakan ajaran agamanya.

Sebaiknya, rekan-rekan Kristen juga bisa memahami apa arti perayaaan natal bersama ini secara theologis. Sudah pernah saya sampaikan, tak memberi ucapan selamat natal atau tak ikut perayaan natal bersama, bukan berarti teman muslim Anda memusuhi Anda. Selain itu, masih banyak aktivitas lain yang
dapat dikerjakan bersama-sama tanpa harus mengorbankan akiqah masing-masing.

Saya berikan contoh apa yang barusan saya alami.

Pagi itu, Jum'at dua hari menjelang lebaran, saya berniat mengundang bro Achilov, dari Uzbekh untuk makan sahur bersama. Karena ia tak makan daging, saya menyiapkan udang sebagai pengganti. Sayuran (baby carrot, mushroom, brokoli) sudah selesai dipotong-potong, udang sudah di-defrost di microwave, dan bumbu (bawang bombay, bawang daun, dan paprika) sudah selesai dipotong. Saya sudah menghidupkan stove sambil motong-motong bawang putih.

Sebelum semua bawang putih selesai dipotong, pagi itu pukul 4:10 telphone di dapur berdering. Saya angkat. "Hey...may I speak to Usman please?" "It is he," jawab saya. "Usman, I am very-very sick. If you don't see me on campus today, that means I am in a hospital," kata JJ "Wait..wait..are you going to go to the hospital?"
"yes."
"now?"
"yes"
"How?"
"I am gonna take 5:45 bus."
"Oh no. You can't go to the hospital alone. I will go with you."
"Are you sure?"
"Positive."
"O thank."
"But, wait. My car is not at home. Bro Achilov have it tonight. I am going to call him. If he is awake, we will take you to the hospital. If he is not, then we take 5:45 bus."
"Are you sure he will be awake?"
"I hope so. Because we needs to do our morning prayer."
"Oh I don't want to interupt your prayer."
"Hey don't worry, we still have plenty of time."
"Okey then. I am waiting."
"Okey, I'll call him. And I'll call you back in five minutes.".

Kutelpon bro Achilov. Ia baru bangun. Saya ceritakan kondisi JJ yang perlu ke hospital pagi itu, ia tak keberatan datang. Kepada brother Achilov saya juga minta untuk mampir di Dunkin' Donut pesen tiga kopi dan donat. "For her, decafe with cream no sugar," pesan saya.

Kutelpon kembali JJ, saya bilang dalam sepuluh atau limat belas menit kami akan sampai di apartemennya. Saya juga sampaikan kalau kami akan bawa decafe coffee dan donut untuknya. "O thank Usman. You know me so well." [maksudnya tentang kopinya yang bebas kafein dan tak pakai gula itu.

Jam 4:45 kami sampai di ruang ER Estern Maine Medical Center. Setelah pendaftaran dan pemeriksaan awal, kami disuruh nunggu di ruang tunggu ER. Jam 5:25 saya bilang ke JJ kalau it's okey for her ditinggal selama 10 minutes.
"It's time for us to perform morning prayer," kata saya.
"Go ahead. I think I am gonna be okey," kata JJ terlihat ngantuk.

Kami pun segera wudhu, keluarin sajadah dari back pack, ukur arah kiblat dengan kompas kecil yang menggantung di kunci mobil, sholat subuh.

Dikira suami JJ, saya dipanggil masuk ke ruang periksa ER. Di dalam ruangan periksa, ternyata JJ menangis spt baby. Katanya, semua tubuhnya panas spt terbakar, dokter memberikan suntikan, tiba-tiba tubuh JJ menggigil. Sesekali saya harus nutup mata karena baju rumah sakit yang dipakaikan ke JJ tersingkap saat ia guling kanan-guling kiri di dipan rumah sakit.

Ketika dokter memeriksa lagi -artinya banyak bagian tubuh JJ yg tereskpos-saya nutup mata lagi. Ketika dokter melihat saya nutup mata, ia mengira saya tertidur. "Sir, wake up. She need your support," katanya. "I am not sleeping doc. I just..." saya tak lanjutkan.
"He can't see me like this doc. His religion does not allow him to." [like this yang JJ bilang itu adalah...half naked. Memang dokter harus memeriksa seluruh tubuh JJ, dan benar...ia akan terlihat more than half naked].

sesaat setelah dokter meninggalkan ruangan, panas dan dingin di tubuh JJ datang silih berganti. Kadang ia merasa spt dibakar, kadang menggigil kedinginan. Sepanjang pagi itu, ia nangis terus. Saat menggigil kencang sambil nangis mengerang-erang, saya tak sampai hati lagi. Saya genggam telapak tangannya, sangat dingin. Saya genggam erat dengan harapan ada aliran panas dari telapak saya. Saya tak tahu apa yang terjadi, tapi JJ nampak lebih tenang ketika telapak tangannya saya genggam.

Saya tahu I am not supposed to do that. Dia bukan muhrim saya. Apalagi saat itu saya masih berpuasa. Saya sendiri ragu-ragu sebelum melakukannya. Antara ya dan tidak, ya dan tidak terus berperang. Tapi kemudian saya putuskan untuk comfort her. Saya genggam telapak tangannya erat sekali, JJ tenang, dan akhirnya tertidur. Saat memutuskan akan memegang tangan JJ itu, saya berdoa kpd Allah: "Ya Allah, kalau apa yang akan saya lakukan ini membuat puasaku batal, please forgive me. Saya akan sahur puasa yang batal itu dilain waktu. Sekarang JJ butuh pertolongan saya."

Pukul 10:15 kami pulang dari rumah sakit. Setelah mengantar JJ ke apartementnya, saya harus ke kampus mengirim banyak email ke prof JJ mengabarkan kondisinya saat itu dng melampirkan scaning medical record yang diberikan dokter ER.

Pukul 11:05 saya email bro Achilov, agar mencari saya di lantai 3 perpustakaan. Saya take a nap sebelum ke masjid, Jum'atan. Saya harus take a nap karena jam 2-6 harus cover JJ's shift di tempat kerja [kalau tidak ia bisa kena pecat], padahal saya sendiri tiap jum'at malam punya shift jam 6 sore sampai 3 pagi di coffee shop student union.

Ketika bro Achilov membangunkan saya pukul 12:03, saya punya cukup a nap. Kami pun ke masjid sholat Jum'at.

***

JJ seorang Nasrani. Her sister adalah misionaris yang spent banyak waktu di Bosnia. Ayah JJ punya doktrin bahwa seluruh ummat manusia di dunia ini harus beragama Kristen. JJ tahu saya muslim. Saya berpuasa, sholat, tak minum alkohol, tak makan pork.

Saya bisa mengantar JJ ke ER tanpa harus meninggalkan ajaran agama saya. Saya tetap sholat subuh saat menunggui JJ. Saya tetap berpuasa hari itu, meski harus puas dengan sahur secangkir kopi dan dua butir donat.

Apa yang saya lakukan di atas adalah contoh bagaimana seorang muslim bisa besahabat baik dng non-muslim, tanpa harus mengorbankan akidah agamanya. Persahabatan kami begitu baik dan akrab sampai JJ berani nelpon saya pada jam di mana rata-rata american tidur nyenyak [4:10 pagi]

JJ sudah memutuskan akan mengundang saya ke rumah orang tuanya di liburan natal ini. I'll take about 2 hrs drive. Saya terima undangan itu, setelah JJ sepakat apa yang bisa saya lakukan dan apa yang tidak bisa saya lakukan terkait dengan acara natalan keluargannya. Karena JJ juga tahu saya tak minum alkohol, ia minta orang tuanya menyediakan non-alkoholic champagne untuk saya.

Lihatlah JJ, ia begitu menghargai keyakinan agama saya [Islam] yang tak minum alkohol, tak makan pork, tak mengucapkan selamat natal , tak ikut partisipasi dalam acara kebaktian natal. Ketika saya katakan, it's religous reason, that's it. Tak ada tawar menawar.

Di Indonesia, mengapa banyak rekan non-muslim yang masih saja tak faham bahwa muslim tak seharusnya dilibatkan dalam acara natalan mereka. Apakah tak ikut dalam acara perayaan natal berarti tak bisa bersahabat?Kalau Anda semua tak mau memahami keyakinan ummat Islam -terutama dlm soal natalan ini-bagaimana mungkin kita akan bisa berhasabat?

Lihatlah apa yang saya lakukan ke JJ. Untuk menenangkannya, saya tempuh resiko batal puasa hari itu. Batal puasa menurut Islam, masih bisa ditebus di hari lain. Akibat batal puasa tidak seserius ikut perayaan natal [dosa syirik].

Tirulah JJ, ia menghormati saya sebagai muslim. Saya pun bisa menimbang,hal mana yang dapat saya korbankan untuk membantunya. Kalau nanti saya jadi berada di tengah-tengah keluarganya [orang tuanya ingin berterima kasih atas apa yang saya lakukan untuk JJ], saya tetap tak akan mengucapkan selamat natal, tak akan ikut partisipasi dalam ceremony kebaktian natal,tak akan minum champagne (yg dikeluarganya merupakan tradisi natalan), dan tak akan makan pork.

Menurut pertimbangan akal sehat saya, fatwa MUI tentang natal sudah benar. Fatwa itu dikeluarkan ketika Buya Hamka jadi ketua MUI, yg prihatin dengan cara pemerintah Orba memanipulasi kata 'toleransi beragama'.

Wassalam,
usman maine

Message: 5
Date: Fri, 21 Dec 2001 09:57:22 +0700
From: "Iwan Pontjowinoto"
Subject: Re: Tentang Ucapan Selamat Natal

Tentang Ucapan Selamat NatalAssalamu'alaikum,

Kang Cecep, sudah takdir bahwa dari kalangan keluarga ibu saya banyak yang sejak awalnya adalah Nasrani. Dahulu sewaktu saya masih kecil dan pemahaman agama masih sangat sangat terbatas, saya merasa senang karena bisa punya baju baru pada saat Lebaran dan Natal. Bahkan waktu itu rasanya shalat Ied lebih penting dari shalat Shubuh. Bodoh sekali bila diingat.

Alhamdulillaah sekarang saya lebih memahami ajaran agama Islam. Namun tokh saya harus tetap bersaudara dengan keluarga yang Nasrani tsb, jadi ada beberapa kebiasaan yg terjadi di antara kita, misalnya :
1. Pada saat Lebaran, keluarga Nasrani juga berkunjung dan mengucapkan "Selamat Lebaran" atau "Selamat Hari Raya Iedul Fitri" serta "Maaf Lahir Bathin", yang kemudian dijawab oleh keluarga Muslim "Terima Kasih" dan "Maaf Lahir Bathin".
2. Pada sekitar tgl 25 Des, keluarga Muslim TIDAK berkunjung ke keluarga Nasrani, namun bila barjumpa mengucapkan "Selamat Merayakan Kelahiran Nabi Isa".
3. Bila ziarah ke makam keluarga (maklum kebiasaan Jawa), bila yang dikunjungi makam Kristen maka keluarga Muslim hanya berdiri di sekitar makam tanpa mengucapkan apapun. Demikian pula sebaliknya di makam Muslim. Kita semua sadar bahwa doa dari agama lain akan sia-sia alias mubasir.
4. Demikian juga bila ada yg meninggal, keluarga yang berlainan agama hanya membantu sebatas pengaturan kendaraan, konsumsi dan keamanan.
5. Bila ada yang sakit, kami juga saling berkunjung dan membantu, tetapi tidak saling mendoakan. (Sedih memang, tetapi itulah konsekwensinya).

Bila ada di antara kebiasaan keluarga saya yang salah, mohon diberi petunjuk.
Wassalam,
Message: 7
Date: Fri, 21 Dec 2001 10:45:12 +0700
From: "Cecep M Hakim"
Subject: RE: Tentang Ucapan Selamat Natal

Ass. Wr. Wb.
Saya terharu dengan cerita Pak Iwan Pontjo yang ternyata lebih pengalaman dalam keadaan ini ketimbang saya sendiri, yang lahir dan besar di keluarga muslim, sehingga tantangan dan tekanan psikologis hampir tidak ada. Bagaimanapun usaha Pak Iwan sudah maksimal. Semoga Allah memberikan balasan atas kesulitan yang diakibatkan perbedaan akidah ini. Perbedaan akidah kalau difahami dalam konteksnya masing-masing dan tidak ada paksaan dari masing-masing yang berbeda tidak selalu harus memutuskan hubungan darah dan kedaerahan. Pada saat tertentu khitab (subjek) yang diajak bicara oleh Qur'an juga tidak selalu orang yang beriman, tetapi kepada ummat manusia secara keseluruhan (yaa ayyuhan naas). Saling hormat hanya bisa muncul kalau saling mengetahui batas masing-masing. Batas masing-masing akidah hanya bisa diketahui apabila masing-masing berusaha mengetahui tanpa harus nyinyir dan apriori alias tidak mau tahu. Semua itu rusak jika unsur kekuasaa sudah mengusik rasa keadilan .............
Wallahu A'lam
Wass. Wr. Wb
.



Information From

Tidak ada komentar: