Selasa, 17 Februari 2009

2009"Kalo Umat Islam Golput, Kita Masuk DPR"

Bila seluruh umat muslim tunduk secara mutlak pada fatwa itu, niscaya yang dipilih oleh umat muslim hanyalah orang muslim. Ini, tentu saja, membuat para caleg Kristen di partai nasionalis bakal terhambat jalannya menuju ke Senayan.

JELANG Pemilu dan Pilpres 2009, MUI mengeluarkan fatwa mengenai golput. Isinya, wajib memilih wakil rakyat yang ideal, haram memilih pemim-pin yang tidak ideal.

"Wajib bagi bangsa Indonesia untuk memilih pemimpin. Kalau yang dipilih ada namun tidak dipilih, menjadi ha-ram," demikian bunyi fatwa yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Fatwa yang ditetapkan pada tanggal 25 Januari 2009 itu diputuskan para ulama dan ditetapkan dalam sidang pleno Ijtima Ulama se Indonesia III di Perguruan Dinniyah Putri, Kota Padangpanjang, Sumatera Barat.

H. Sholahuddin al-Aiyub, dalam penyampaian hasil sidang Komisi Fatwa menggarisbawahi bahwa pemimpin yang dipilih haruslah yang ideal. Nah, apa kriteria pemimpin yang ideal? Pemimpin yang ideal, menurut dia, adalah yang ber-iman, bertaqwa, jujur, terpercaya, aktif dan aspiratif, mempunyai kemampuan dan memperjuangkan kepentingan umat Islam. "Memilih pemimpin yang tidak memiliki syarat ideal, dan tidak memilih meski ada pemimpin yang ideal, adalah haram," tegas sekretaris sidang Ijtima Ulama yang dihadiri oleh 115 ulama dari seluruh Indonesia itu.

Pangkas peluang caleg Kristen

Dalam tabloid Reformata yang di miliki kaum non islam mereka menulis ketakutannya jika umat islam memilih, maka kader mereka tidak akan dapat masuk ke dalam Eksekutif dan Legislatif. Berikut petikannya :

Pernyataan bahwa umat harus memilih pemimpin yang ideal, sepintas tak bermasalah bagi per-kembangan kehidupan berbangsa. Tapi bila dicermati, terkesan kuat bahwa seruan itu memangkas peluang caleg-caleg kristiani atau non-muslim lainnya menuju Senayan. Pasalnya dalam butir em-pat disebutkan: "Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mem-punyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib."

Bila seluruh umat muslim tunduk secara mutlak pada fatwa itu, niscaya yang dipilih oleh umat muslim hanyalah orang muslim. Ini, tentu saja, membuat para caleg Kristen di partai nasionalis bakal terhambat jalannya menuju ke Senayan. Jadi yang diuntungkan oleh fatwa yang diusulkan pula oleh Ketua MPR Hidayat Nur Wahid ini, adalah partai-partai Islam.

Menarik mendengar sikap Menteri Luar Negeri Vatikan Kardinal Tarscisio Bertone, dalam jumpa persnya Senin, 6 September 2008. Di tengah hingar-bingar persiapan pemilu yang bakal dihelat di pelbagai negeri, dia dengan gagah berani berseru kepada seluruh warga Katolik, "Catholics should make their moral choices and voices heard in the ballot box, yang terjemah bebasnya kira-kira begini, "Warga Katolik tidak boleh GOLPUT, ayo gunakan hak pilih!

Gereja Ajak Umatnya Memilih Caleg Mereka

Berikut kami tampilkan sikap Gereja dalam menghadapi pemilu

Seruan Bersama PGI-KWI Dalam Rangka Pelaksanaan Pemilu 2009
Saudara-saudara terkasih di dalam Yesus Kristus,

1. Kita patut menaikkan syukur ke hadirat Allah dalam Yesus Kristus, sebab atas anugerah-Nya bangsa dan negara kita dapat mengukir karya di tengah sejarah, khususnya dalam upaya untuk bangkit kembali serta membebaskan diri dari berbagai krisis yang mendera sejak beberapa tahun terakhir ini. Anugerah, penyertaan dan bimbingan Tuhan bagi perjalanan sejarah negeri ini, sebagaimana yang terus-menerus dimohonkan melalui doa-doa syafaat kita sebagai Gereja, adalah modal utama dan landasan yang amat kokoh bagi bangsa dan negara kita untuk berjuang lebih gigih dalam mencapai cita-cita proklamasi. Sejalan dengan itu Pemerintah dan seluruh komponen bangsa harus berupaya dengan lebih setia dan bersungguh-sungguh agar keinginan luhur bangsa sebagaimana diamanatkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, sejahtera dan damai, dapat diwujudkan.

Pemilihan Umum (Pemilu), baik untuk memilih anggota-anggota legislatif, maupun memilih Presiden dan Wakil Presiden akan dilaksanakan pada bulan April dan Juli 2009. Persiapan-persiapan pelaksanaannya telah dimulai sejak beberapa waktu yang lalu melalui proses penyusunan perangkat perundang-undangan, pendaftaran dan verifikasi partai-partai politik calon peserta Pemilu, serta pencalonan bakal anggota-anggota legislatif dan berbagai persiapan lainnya.

Undang-undang Pemilu kali ini mensyaratkan beberapa hal baru dan mendasar yang sangat perlu dipahami oleh seluruh anggota masyarakat. Untuk mengawal proses Pemilu yang penahapannya sangat panjang dan mengandung beberapa ketentuan baru, kami mengajak seluruh umat kristiani untuk mempelajari aturan perundang-undangan itu dengan cermat dan cerdas agar keterlibatan dalam Pemilu sungguh-sungguh menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas dan memiliki tanggungjawab terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia bahkan mampu melahirkan pemimpin yang benar-benar memiliki wibawa karena didukung sepenuhnya oleh rakyat.

Mengingat pentingnya peristiwa nasional ini, Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) dan Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (Presidium KWI) menyampaikan Seruan Bersama bagi umat kristiani baik yang ada di Tanah Air maupun yang berdomisili di luar negeri.

2. Kami memahami bahwa pelayanan Gereja pertama-tama adalah sebagai tanda kasih Allah bagi umat manusia. Politik adalah salah satu bidang pelayanan yang seharusnya juga ditujukan bagi perwujudan kasih Allah itu. Kasih Allah itu kian nyata dalam upaya setiap warga mengusahakan kesejahteraan umum. Alkitab menyatakan, "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu" (bdk.Yeremia 29:7). Karya seperti itu dijalankan dengan mengikuti dan meneladani Yesus Kristus, Sang Guru, Juruselamat dan Tuhan, yang secara khusus menyatakan keber-pihakan-

Nya terhadap kaum yang kecil, lemah, miskin, dan terpinggirkan.

Dalam semangat mendasar ini Gereja mendukung pelaksanaan Pemilu yang berkualitas, yang diharapkan akan menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pejabat-pejabat pemerintah yang benar-benar memiliki kehendak baik untuk bersama seluruh rakyat Indonesia mewujudkan kesejahteraan umum.

Atas dasar pertimbangan di atas kami menyerukan agar hal-hal berikut diperhatikan dengan saksama:

Pertama, perlu disadari bahwa melalui peristiwa Pemilu hak-hak asasi setiap warga negara di bidang politik diwujudkan. Oleh karena itu setiap warga negara patut menggunakan hak pilihnya secara bertanggungjawab dan dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara hati nuraninya. Bagi kita, Pemilu pada hakikatnya adalah sebuah proses kontrak politik dengan mereka yang bakal terpilih. Tercakup di dalamnya kewajiban mereka yang terpilih untuk melayani rakyat, dan sekaligus kesediaan untuk dikoreksi oleh rakyat. Keinginan dan cita-cita bagi adanya perubahan serta perbaikan kehidupan bangsa dan negara dapat ditempuh antara lain dengan memperbarui dan mengubah susunan para penyelenggara negara. Sistem Pemilu yang baru ini membuka peluang untuk mewujudkan cita-cita perubahan dan perbaikan itu dengan memilih orang-orang yang paling tepat. Alkitab menyatakan: ".pilihlah dari antara mereka orang-orang yang cakap, setia, dan takut akan Tuhan, dipercaya dan benci pada pengejaran suap. " (bdk. Keluaran 18:21).

Kedua, masyarakat perlu didorong untuk terus-menerus mengontrol mekanisme demokrasi supaya aspirasi rakyat benar-benar mendapat tempat. Sistem perwakilan yang menjadi tatacara pengambilan keputusan ternyata sering meninggalkan aspirasi warga negara yang diwakili. Hal ini disebabkan karena para politisi wakil rakyat itu dalam menjalankan tugasnya ternyata tidak mampu secara optimal mewujudkan keinginan rakyat bahkan mengingkari janji dan komitmen mereka. Tindakan mereka tidak dapat dipantau sepenuhnya oleh rakyat bahkan tidak sedikit dari mereka yang ingin terpilih, beranggapan bahwa dengan jabatan itu mereka akan memperoleh keuntungan.

Ketiga, hasil-hasil Pemilihan Umum harus benar-benar menjamin bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tetap dipertahankan sebagai dasar negara dan acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pemilihan Umum seharusnya memberikan jaminan bagi kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia, jaminan pelaksanaan kebebasan beragama, terwujudnya pemerintahan yang adil, bersih dan berwibawa.

Hasil-hasil Pemilihan Umum harus menjamin terwujudnya kehidupan politik yang makin demokratis, pembangunan yang menyejahterakan rakyat, adanya kepastian hukum dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat.

.3. Kita mengambil bagian dalam Pemilihan Umum sebagai warga negara yang bertanggungjawab dan sekaligus sebagai warga Gereja yang taat kepada Tuhan. Dapat saja terjadi bahwa di dalam suatu Jemaat atau Gereja, terdapat anggota-anggota yang berdasarkan hati nurani dan tanggungjawab masing-masing menerima pencalonan diri dan atau menjatuhkan pilihannya kepada kekuatan-kekuatan sosial politik yang berbeda-beda. Dalam hal demikian, maka pilihan-pilihan yang berlain-lainan itu yang dilakukan secara jujur, tidak boleh mengganggu persekutuan dalam Jemaat dan Gereja; sebab persekutuan dalam Jemaat dan Gereja tidak didasarkan atas pilihan politik yang sama, melainkan didasarkan atas ketaatan terhadap Tuhan yang satu. Dalam upaya menjaga netralitas dan obyektivitas pelayanan gerejawi maka pimpinan Gereja/Jemaat tidak dapat merangkap sebagai pengurus partai politik. Amanat Tuhan agar umat-Nya menjadi garam dan terang dunia, dapat dijalankan dalam wadah kekuatan-kekuatan sosial-politik yang berlain-lainan sesuai dengan hati nurani dan pilihan yang jujur dari masing-masing anggota jemaat dan Gereja. Para warga Gereja yang melayani kepentingan rakyat dan negara melalui wadah-wadah yang berlainan harus selalu saling mengasihi dan hormat-menghormati, sebab mereka semuanya membawa amanat yang sama, yaitu untuk "berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah" (bdk. Mikha 6: 8).

Demikianlah Seruan Bersama kami. Kiranya Tuhan Allah, akan senantiasa memberkati bangsa kita dalam menapaki hari-hari cerah di masa depan. Semoga Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kita berkenan menyelesaikannya pula (bdk. Filipi 1:6).

JAKARTA, OKTOBER 2008

Nah dari ulasan ini, anda yang menentukan selanjutnya. Bahwa paradigm kaum 'santri' tidak layak masuk ke kawasan politik harus segera dipangkas. Sebagai orang yang beragama kita justru dituntut ikut menjadi solusi dengan memberikan peran serta dalam pemilu. Suara kita ikut berperan mendongkel kondisi umat dan bangsa ini dari keterpurukan. Kata Rasulullah, "Barangsiapa yang tidak peduli dengan kondisi umat muslim, maka bukan termasuk dari golongan kami."



Information From Shttp://www.dakta.com/

Tidak ada komentar: